Ingin mengetahui lebih banyak hal mengenai bagaimana membuat
batik, di bulan Maret 2014, aku mengambil hari cuti untuk melakukan perjalanan
menuju ke salah satu Kota Batik, pilihanku jatuh ke Pekalongan dengan Motonya
BATIK yaitu Bersih, Aman, Tertib, Indah, Komunikatif. Hari Rabu/ 26 Maret 2014
aku berangkat dengan kereta Argo Muria dari Stasiun Gambir- Jakarta, tiba di
kota Pekalongan jam 11.00 siang.
Di sepanjang jalan raya Pantura mendekati Pekalongan, disuguhkan
dengan deretan pertokoan dan Pasar Grosir yang menawarkan produk batiknya.
Masuk ke dalam kota Pekalongan, di sepanjang jalan raya terdapat pohon besar di
kiri kanan jalan, membuatku merasa nyaman berjalan menyusuri kota ini. Di Pekalongan
terdapat banyak kampung batik, diantaranya adalah Kampung Batik Kauman, Kampung
Batik Pesindon, Kampung ATBM dan Tenun Medono.
Anda dapat melakukan perjalanan menyusurinya
dengan cukup berjalan kaki karena kompleks pertokoan yang cukup dekat satu sama
lain ataupun menggunakan Becak. Untuk
melepas penat dan lelah, aku memilih Hotel Nirwana Bintang Tiga sebagai tempat
penginapan, untuk Standard Room harganya Rp.300.000,-/hari. Anda bisa memilih penginapan yang lain karena
di Kota Pekalongan tersedia banyak pilihan Hotel.
Jika Anda ingin melihat bagaimana proses pembuatan batik,
sebaiknya datang di hari selain hari Jumat, karena hari Jumat adalah hari libur
tapi jika Anda ingin membeli produk-produk batiknya pertokoan di Pekalongan buka setiap hari.
Budaya Islam di kota Pekalongan ini masih cukup kental dan banyak juga
keturunan Arab yang memiliki usaha Batik.
Keinginantahuanku tentang proses pembuatan batik aku tujukan
untuk menjelajahi Kampung Batik Kauman, aku tempuh dengan berjalan kaki dari
Hotel Nirwana sambil menikmati suasana kotanya yang tidak seramai Ibu Kota
Jakarta.
Memasuki Kampung Batik Kauman, langkahku terhenti di depan
Gerbang Home Industri Nulaba, aku ucapkan Assalamualaikum sambil mengetuk pintu
rumah. Disambut oleh seorang ibu, aku bertanya apakh boleh saya melihat proses
pembuatan batiknya, setelah ditanyakan ke Pemilik usaha, akhirnya diperbolehkan
dan diarahkan ke lantai atas dengan ditemani seorang Bapak sebagai supervisor. Memasuki
ruangan produksi batik, terdapat seorang laki-laki yang sudah sepuh sedang
membuat Batik Cap dengan menaruhkan Stempel Cap di atas kain secara
berurutan. Beliau sudah selama 40 tahun
membuat Batik. Di ruangan tersebut, ada sekitar 7 orang yang sedang melakukan
pembuatan batik Cap. Ruang kerja tersebut cukup panas bagiku apalagi ditambah
dengan malam-malam yang sedang dimasak dengan tabung LPG.
Para pembatik ini bekerja dengan sistem borongan, hari
kerjanya adalah Senin-Kamis dan Sabtu-Minggu sedangkan hari Jumat Libur, dimulai
dari jam 07.00 s.d 16.00. Penghasilan rata-rata pekerja ini berkisar Rp.250.000
s.d 300.000,- /Minggu. Sebagian besar yang bekerja adalah laki-laki. Sangat
disayangkan, karena datang kesiangan sehingga proses yang bisa aku lihat
hanya sedikit.
Sisa malam dari kain yang sudah mengalami proses nglorod
bisa didaur ulang dan digunakan kembali dengan menambahkan bahan kimia tertentu.
Pewarna kain yang digunakan adalah pewarna sintetis sedangkan pewarna alami
sudah sulit diperoleh dan perlu proses yang cukup panjang. Mesin Roll kain
batik untuk memberikan warna ke bagian yang diinginkan tidak akan membuat malam
yang melekat mengelupas.
Pemilik usaha ini bernama Bapak Faturachman atau dikenal
dengan Bapak Toman, Beliau meneruskan usaha pembuatan Batik Cap ini yang sudah
berlangsung selama 3 generasi berturut-turut. Ternyata Peristiwa 11 September
Wall Trade Center membawa pengaruh signifikan yang membuat omset perdagangan
Bapak Toman menurun drastis.
Setelah selesai mengetahui banyak hal mengenai pembuatan Batik Cap dari Batik Nulaba,
kemudian mampir di Batik Mufti, home industri yang membuat Batik Tulis, di
rumah di ruangan pertama saya menjumpai 8 wanita yang sedang mencanting membuat
Batik Tulis. Merasa sangat kagum karena menurutku lukisan Batik yang dibuat
sangat cantik dan perpaduan warna yang serasi.
Pemilik usaha ini seorang Ibu rumah tangga, selain
menghasilkan Batik di atas kain katun/primis juga di kain sutera yang cukup
mahal. Para pembuat batik tulis ini mayoritas adalah wanita sedangkan yang
melakukan proses pewarnaan dan nglorod dilakukan oleh 2 orang pria.
Pekerja ini
diupah secara harian. Ada juga yang memilih melakukan pembuatan batik dengan
dibawa pulang ke rumah dan baru diantar ke pemesan jika sudah jadi. Lamanya
proses pembuatan batik tulis ini beragam tergantung tingkat kompleksitas gambar
dan jumlah warna yang diinginkan. Untuk 1 lembar kain batik tulis dengan 3
warna waktu yang diperlukan bisa satu bulan. Tidak heran jika kain batik tulis
ini mahal harga jualnya.
Mendekati jam 16.00, pekerja ini siap-siap berbenah untuk
pulang ke rumah dan mayoritas ibu-ibu ini menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi.
Informasi dari pemilik usaha Batik Tulis ini, tidak ada
dukungan dari pemerintah untuk membantu mengembangkan usaha batiknya, semuanya
dilakukan dengan upaya sendiri. Sebagian besar penduduk kota Pekalongan di sini menggantungkan hidupnya dengan bermatapencaharian Batik.
Terimakasih sudah meliput kami.
ReplyDeleteJujur kami senang dengan tulisannya.
Oh iya perkenalkan saya Zhiaul Faekar dari batik Nulaba. Saya menggantikan almarhum Bapak Fatchurrachman di Batik Nulaba.
Semoga aish bisa datang kembali ke gubuk kami.
Best regards zhia